Kopi sistem pagar hasil 10ton per hektar

    Tanam kopi dengan sistem pagar hasil 10ton perhektar



     kali ini kita akan membahas Bagaimana cara Brazil menanam kopi hingga produktivitas satu hektar bisa mencapai lebih dari 10 ton terutama untuk jenis kopi robusta-nya?

    pada awal tahun 1960-an Brazil mencapai produktivitas sama seperti Indonesia tidak lebih dari satu ton per hektar per tahunnya penanamannya pun masih relatif sama dengan Indonesia, setelah tahun 1970 dan Brazil mulai berubah ketika melakukan penelitian hingga mencapai produktivitas per hektar yang tinggi. 

   Hal paling besar yang berpengaruh terhadap produktivitas kopi Brazil adalah pola tanam berkat perubahan sistem penanaman bakau produktivitas. tanaman kopi di Brazil perhektar menjadi jauh lebih banyak dengan pola tanam yang baru ini perhektar bisa mencapai 5000 hingga 10.000 tanaman sedangkan pada sistem pola tanam yang lama hanya didapatkan 1500 hingga 2500 per hektar per tahunnya. 



    Pada tahun 1980-an banyak ujicoba jarak tanam yang paling menguntungkan bagi petani sehingga didapatlah dua jarak tanam yang paling umum dipakai di Brazil yaitu yang pertama adalah tiga setengah sampai empat meter kali 0,5 M untuk tanaman mekanisasi atau panen pakai mesin dan yang kedua adalah 1,75 hingga dua meter kali 0,5 M dan setiap lubang diisi satu tanaman.

   jarak tanam yang kedua lebih rapat untuk perkebunan dengan panen manual atau tidak menggunakan mesin, dengan menggunakan dua jarak tanam ini maka perhektar kebun kopi dapat berisi 5000 hingga 10.000 tanaman per hektar dengan target hasil panen per batang adalah 1 kg, untuk tanaman yang rapat Sedangkan untuk tanaman yang agak jarang hingga 2 kg per batang .

     jumlah tanaman per hektar yang begitu banyak tentu saja akan berdampak pada pemupukan dan juga sistem penanganan dimana secara umum tanaman kopi di Brazil dipakai sistem tanpa penanganan dan pemupukan dilakukan tiga kali dalam setahun dengan takaran perbatang pertahunnya mencapai 234 ratus gram.

   dengan sistem pola tanam pagar ini maka pemupukan dilakukan sepanjang barisan tanaman kopinya, dengan jarak tanam seperti ini tanaman dibentuk menjadi lancuran atau sistem tinggi tanpa pemotongan wujudnya.

   dengan sistem rapat di satu sisi secara otomatis ranting-ranting akan tumbuh menuju ruang yang lebih luas sehingga ranting-ranting tidak akan saling bertumpukan terlihat pada gambar ranting-ranting penuh mengisi ganggang yang jaraknya dua meter namun masih tersisa ruang untuk pemeliharaan kebun.

   dengan pemupukan yang cukup pohon kopi akan tumbuh dengan subur dan berbuah dengan lebat, dari satu batang terdapat lebih dari 30 ranting yang berbuah dan rata-rata satu ranting lebih dari 10 dompol sehingga satu batang diperkirakan dapat menghasilkan lebih dari satu kilogram, dengan demikian per hektar kebun ini bisa mencapai hasil panen lebih dari 10 ton green bean per hektar per tahun 

   sistem tanam rapat seperti ini juga memiliki kelemahan yaitu batang-batang kopi setelah berumur tujuh tahun harus diganti dengan batang-batang yang baru  semakin jarang jarak tanam maka umur batang kopi semakin panjang. pada setiap broad-based dua tahun sekali batang ini akan berhenti rejuvinasi Mouse atau ditebang digantikan dengan tunas yang baru setelah berumur tujuh atau delapan tahun maka batang-batang kopi ini akan diganti dengan tanaman yang baru 

    Penanaman di Indonesia dapat kita maksimalkan dengan mengikuti sistem di negara Brazil dan untuk iklim di Indonesia dan Brazil hampir sama bahkan untuk kesuburan tanah Indonesia jauh lebih subur.

  Oleh sebab itu tentu saja petani kopi di Indonesia sangat bisa untuk mencontoh pola yang diterapkan di negara Brazil ini dengan memperbaiki sistem penanaman seperti di negara Brazil ini dan tidak menutup kemungkinan negara Indonesia akan menjadi penghasil kopi terbesar di dunia.

Komentar